Padangan green adalah sebutan yang
kami berikan kepada aktifitas yang dilaksanakan oleh beberapa warga (semeton)
dari desa Padangan yang mulai memperbaiki tatacara mengelola alam (tanah perkebunan) dengan mengurangi
penggunaaan pupuk anorganik (pupuk kimia) dan pestisida. Sebagian warga desa
Padangan mulai peduli tentang alam lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Kegiatan
ini selaras dengan kebijakan Bali Green yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah
Propinsi Bali.
Desa Padangan merupakan bagian dari Kecamatan Pupuan, kabupaten Tabanan. Desa Padangan memiliki permukaan tanah yang berbukit (berkontur tidak rata) dengan beberapa lembah yang dalam dan berada pada ketinggian sekitar 600 sampai 850 meter diatas permukaan laut.
Desa Padangan merupakan bagian dari Kecamatan Pupuan, kabupaten Tabanan. Desa Padangan memiliki permukaan tanah yang berbukit (berkontur tidak rata) dengan beberapa lembah yang dalam dan berada pada ketinggian sekitar 600 sampai 850 meter diatas permukaan laut.
Awal mula terbentuknya gerakan ini
ketika beberapa anggota masyarakat mulai menyadari pengaruh dari penggunaan
pestisida dan pupuk kimia dimasa lalu. Sebelum tahun 1980’an lingkungan desa
Padangan sangat berbeda dengan sekarang yang mana tanah dan air masih sangat
ramah buat mahluk hidup. Beberapa jenis ikan air tawar masih sangat gampang
dicari dilingkungan air, baik disungai maupun disawah. Kondisi tanah juga masih
sangat ramah yang mana pada kedalam sekitar 1 meter masih sangat banyak didapati mahluk hidup seperti cacing tanah dan
kawan-kawannya. Tekstur tanah juga gembur dan memiliki kelembaban yang masih
sangat bagus. Akibat dari bertambahnya jumlah penduduk dan usaha-usaha petanian
dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan, yang mana luas tanah garapan menjadi
semakin sempit, tenggat waktu panen yang diharapkan menjadi semakin singkat
maka para petani telah berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan segala hal
yang ada.
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida
telah mengantarkan petani di desa Padangan pada kondisi saat ini, banyak yang
telah sukses untuk mencapai cita-citanya. Kesadaran mulai muncul belakangan
manakala para tetua/sesepuh desa bercerita tentang masa lalu desa Padangan yang
lebih ramah lingkungan. Mereka berbagi cerita tentang banyaknya pohon
buah-buahan seperti buah mangga, nangka, wani, durian dan lain-lainnya, juga
mereka bercerita tentang banyaknya jenis ikan air tawar yang bisa diperoleh
disungai. Banyak kemudian para tetua/sesepuh terhenyak dan kaget manakala para
tetua desa membandingkan kehidupan masa lalu dan sekarang. Sangat membanggakan
mendengar ketika mereka yang rata-rata berumur 70 tahunan masih ceria bercerita
tentang masalalu mereka. Pertanyaannya kemudian muncul, “Bisakah kita sehat
seperti mereka bilamana Tuhan memberikan umur panjang seperti mereka?” Ada apa
dengan tanah kita yang sepertinya sudah tidak ramah lagi bagi makhluk – makhluk
kecil yang seharusnya mereka bekerja untuk para petani. mengapa hasil panen
para petani kita cenderung menurun. Manakala petani ingin meremajakan kebun
kopi dengan tanaman yang baru mengapa menjadi lebih sulit? Adakah tatacara
pengolahan alam yang lebih bijaksana dan lebih ramah lingkungan?
Ada beberapa kegiatan para petani yang menurut kami lebih
bijak dan layak mendapatkan acungan jempol guna mendapatkan dukungan dan dikembangkan antara lain;
A. 1. Beternak ayam. Desa Padangan memiliki
beberapa peternak ayam yang mengandalkan hasil dari beternak ayam untuk
menyokong biaya hidup keluarga. Bermula dari beternak ayam ini para petani
mengambil kotoran ternak untuk memulai hidup lebih sehat yaitu dengan
memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk kandang. Pupuk dari kotoran ayam mereka
pakai untuk memupuk segala tanaman.
B. 2.Beternak kambing. Didesa Padangan
terdapat beberapa peternak kambing yang kemudian membentuk kelompok ternak
kambing yang diberi nama Padang Sari dengan jumlah anggota sekitar 22 kepala
keluarga dengan jumlah ternak minimum 5 ekor. Kelompok ini kemudian mulai
menyokong gerakan Padangan green dengan menghasilkan pupuk kandang dari kotoran
kambing sebagai pupuk organic yang digunakan oleh para anggotanya untuk memupuk
berbagai tanaman, utamanya tanaman kopi dan sayur mayur.
Jumlah dari
kedua peternak diatas berkisar 30 kepala
keluarga, dan mereka memulai metode baru dengan menggunakan pupuk kandang
sebagai pupuk tanaman produksi. Setelah sekitar 2 tahun kami mengamati bahwa
hasil yang didapat belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan setelah
ditanyakan pada beberapa pengamat pertanian mereka rata-rata mengatakan bahwa
tanah sedang mengalami dekomposisi. Kami memang melihat perubahan pada tanah
kami yang dipupuk dengan pupuk kandang, tanah terasa lebih gembur.
Suatu ketika dimasa depan nanti, kami
berharap mampu menghasilkan hasil pertanian yang lebih ramah lingkungan yang
mana para konsumen kami dapat menikmati hasil-hasil pertanian yang bebas dari
zat-zat kimia berbahaya. Saat ini kami
belum berani mengatakan bahwa hasil tanaman kopi dan sayur mayur yang kami jual
kepasaran belum berlebel organic,
mudah-mudahan 2 tahun kedepan bila apa yang dilakukan oleh petani saat ini
terus berlanjut dan menjadi budaya maka saat itulah kami yakin bahwa hasil
pertanian kami layak mendapatkan sebutan pangan organic.
No comments:
Post a Comment