Sunday, September 2, 2012

Padangan Go Green


         Padangan green adalah sebutan yang kami berikan kepada aktifitas yang dilaksanakan oleh beberapa warga (semeton) dari desa Padangan yang mulai memperbaiki tatacara mengelola alam (tanah perkebunan) dengan mengurangi penggunaaan pupuk anorganik (pupuk kimia) dan pestisida. Sebagian warga desa Padangan mulai peduli tentang alam lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Kegiatan ini selaras dengan kebijakan Bali Green yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali.
Desa Padangan merupakan bagian dari Kecamatan Pupuan, kabupaten Tabanan. Desa Padangan memiliki permukaan tanah yang berbukit (berkontur tidak rata) dengan beberapa lembah yang dalam dan berada pada ketinggian sekitar 600 sampai 850 meter diatas permukaan laut.
        Awal mula terbentuknya gerakan ini ketika beberapa anggota masyarakat mulai menyadari pengaruh dari penggunaan pestisida dan pupuk kimia dimasa lalu. Sebelum tahun 1980’an lingkungan desa Padangan sangat berbeda dengan sekarang yang mana tanah dan air masih sangat ramah buat mahluk hidup. Beberapa jenis ikan air tawar masih sangat gampang dicari dilingkungan air, baik disungai maupun disawah. Kondisi tanah juga masih sangat ramah yang mana pada kedalam sekitar 1 meter masih sangat banyak  didapati mahluk hidup seperti cacing tanah dan kawan-kawannya. Tekstur tanah juga gembur dan memiliki kelembaban yang masih sangat bagus. Akibat dari bertambahnya jumlah penduduk dan usaha-usaha petanian dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan, yang mana luas tanah garapan menjadi semakin sempit, tenggat waktu panen yang diharapkan menjadi semakin singkat maka para petani telah berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan segala hal yang ada.
          Penggunaan pupuk kimia dan pestisida telah mengantarkan petani di desa Padangan pada kondisi saat ini, banyak yang telah sukses untuk mencapai cita-citanya. Kesadaran mulai muncul belakangan manakala para tetua/sesepuh desa bercerita tentang masa lalu desa Padangan yang lebih ramah lingkungan. Mereka berbagi cerita tentang banyaknya pohon buah-buahan seperti buah mangga, nangka, wani, durian dan lain-lainnya, juga mereka bercerita tentang banyaknya jenis ikan air tawar yang bisa diperoleh disungai. Banyak kemudian para tetua/sesepuh terhenyak dan kaget manakala para tetua desa membandingkan kehidupan masa lalu dan sekarang. Sangat membanggakan mendengar ketika mereka yang rata-rata berumur 70 tahunan masih ceria bercerita tentang masalalu mereka. Pertanyaannya kemudian muncul, “Bisakah kita sehat seperti mereka bilamana Tuhan memberikan umur panjang seperti mereka?” Ada apa dengan tanah kita yang sepertinya sudah tidak ramah lagi bagi makhluk – makhluk kecil yang seharusnya mereka bekerja untuk para petani. mengapa hasil panen para petani kita cenderung menurun. Manakala petani ingin meremajakan kebun kopi dengan tanaman yang baru mengapa menjadi lebih sulit? Adakah tatacara pengolahan alam yang lebih bijaksana dan lebih ramah lingkungan?
        Ada beberapa kegiatan para petani yang menurut kami lebih bijak dan layak mendapatkan acungan jempol guna mendapatkan dukungan dan  dikembangkan antara lain;

A.    1.  Beternak ayam. Desa Padangan memiliki beberapa peternak ayam yang mengandalkan hasil dari beternak ayam untuk menyokong biaya hidup keluarga. Bermula dari beternak ayam ini para petani mengambil kotoran ternak untuk memulai hidup lebih sehat yaitu dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk kandang. Pupuk dari kotoran ayam mereka pakai untuk memupuk segala tanaman.
B.      2.Beternak kambing. Didesa Padangan terdapat beberapa peternak kambing yang kemudian membentuk kelompok ternak kambing yang diberi nama Padang Sari dengan jumlah anggota sekitar 22 kepala keluarga dengan jumlah ternak minimum 5 ekor. Kelompok ini kemudian mulai menyokong gerakan Padangan green dengan menghasilkan pupuk kandang dari kotoran kambing sebagai pupuk organic yang digunakan oleh para anggotanya untuk memupuk berbagai tanaman, utamanya tanaman kopi dan sayur mayur.

Jumlah dari kedua peternak diatas berkisar  30 kepala keluarga, dan mereka memulai metode baru dengan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk tanaman produksi. Setelah sekitar 2 tahun kami mengamati bahwa hasil yang didapat belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan setelah ditanyakan pada beberapa pengamat pertanian mereka rata-rata mengatakan bahwa tanah sedang mengalami dekomposisi. Kami memang melihat perubahan pada tanah kami yang dipupuk dengan pupuk kandang, tanah terasa lebih gembur.
         Suatu ketika dimasa depan nanti, kami berharap mampu menghasilkan hasil pertanian yang lebih ramah lingkungan yang mana para konsumen kami dapat menikmati hasil-hasil pertanian yang bebas dari zat-zat kimia berbahaya.  Saat ini kami belum berani mengatakan bahwa hasil tanaman kopi dan sayur mayur yang kami jual kepasaran  belum berlebel organic, mudah-mudahan 2 tahun kedepan bila apa yang dilakukan oleh petani saat ini terus berlanjut dan menjadi budaya maka saat itulah kami yakin bahwa hasil pertanian kami layak mendapatkan sebutan pangan organic.

No comments:

Post a Comment