Mendengar
nama Desa pikiran kita sudah langsung bisa menggambarkan tentang apa itu Desa.
Desa diseluruh Indonesia pada umumnya memiliki infrastruktur yang serba
terbatas. Jauh dari access yang memadai, tidak memiliki fasilitas industri yang
layak, tidak memiliki informasi teknologi yang memadai dan umumnya penduduk
desa menggantungkan hidup dengan bertani. Tatanan kehidupan social desa di
Indonesia masih berlandaskan pada “gotong
royong”. Hal yang sama juga masih melekat pada desa kami yaitu desa Padangan. Banyak
potensi desa Padangan yang belum dapat kami garap
secara maksimal baik dibidang
seni budaya, dibidang Pariwisata dan hasil bumi yang merupakan hasil petani
desa Padangan. Pada tulisan kali ini kami ingin berbagi informasi kepada
pembaca blog kami tentang potensi hasil bumi yang ada didesa Padangan. Tanah
didesa kami sangat subur dan memiliki topografi yang landai, syukur kepada Ida
Sang Hyang Widhi bahwa tanaman yang kami tanam selalu dapat memberikan hasil
yang baik. Adapun beberapa hasil bumi yang belum tergarap secara maksimal di
desa kami antara lain;
Singkong.
Pohon singkong bila ditanam didesa kami bisa tumbuh sangat subur. Tumbuh dengan
sangat cepat. Tanah yang gembur dan subur sangat mendukung pertumbuhan tanaman
singkong. Waktu kecil kami bahkan sering petik ujung pohonnya untuk diambil
daunnya kemudian dimasak untuk dijadikan sayur. Setelah itu pohon kembali
tumbuh dengan cepat, namun hal itu tidak boleh dilakukan berulang kali karena
akan memperlambat pertumbuhan ubinya. Saat ini tanaman singkong hanya ditanam
guna memenuhi kebutuhan sendiri, belum ada yang menanam singkong dengan rencana
yang baik dan direncanakan dijual. Oleh karena itu sering kami lupa mencabut
ubinya sehingga busuk. Biasanya ubi singkong kami olah dijadikan kolak,
direbus/dikukus, menjelang hari raya keagamaan ibu rumah tangga mencampur
dengan ketan guna dijadikan kue tradisional yang biasa kami sebut dengan
lempog. Belakangan ini ibu ibu rumah tangga di desa sudah mulai membuat aneka
macam kue dari singkong tetapi itupun hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan
sendiri. Kami yakin bila didesa kami ada
yang membudidayakan tanaman singkong secara professional pasti akan memberikan
nilai ekonomis yang menguntungkan.
Keladi.
Keladi jarang ditanam oleh petani didesa Padangan. Namun tanaman
tersebut tetap dapat ditemui di kebun kopi atau kebun kakao. Biasanya petani
membiarkan tanaman keladi tumbuh dan berkembang bila tidak dekat dengan tanaman
utama. Walaupun begitu kami tetap dapat memanen ubi keladi. Sepertinya tidak
adil buat tanaman keladi yang mana tanaman tersebut adalah tanaman yang tidak
ditanam ataupun tanaman yang tidak diharapkan tumbuh oleh petani, yang kemudian
tumbuh dan besar, dan ketika sudah tiba waktunya kami tinggal memanen. Hasilnya sangat bagus. Belum pernah ada orang
yang benar benar menghitung secara terperinci bila tanaman keladi dibudidayakan
sebagai tanaman utama. Kami berharap dikemudian hari ada mahasiswa yang
melakukan study terhadap tanaman keladi, siapa tahu bila diusahakan dengan
bagus tanaman ini dapat bermanfaat secara ekonomi. Saat ini ubi keladi belum
dilirik oleh penduduk desa Padangan. Ubi sering dibiarkan tergeletak ditengah
tengah kebun, atau dibiarkan dihalaman pondok sebagai makanan ternak. Didesa
Padangan Ubi keladi dikonsumsi dengan berbagai cara sepert dibakar atau dikukus
dan setelah masak langsung dimakan. Ada juga yang membuat kripik keladi dan
pasti tanpa penambah rasa dan pengawet. Belum pernah dengar penduduk dikampung
kami membuat kue yang berbahan dasar ubi keladi seperti dikota kota.
Labu.
Cerita dari para tetua didesa kami bahwa Labu sudah ditanam di desa Padangan sejak
nenek moyang kami menempati desa Padangan. Tidak ada tahun yang pasti atau abad
keberapa. Tanaman labu yang biasa ditanam oleh warga Desa Padangan adalah labu
kuning dan labu siam. Tanaman labu tersebut juga ditanam sebagai tanaman
selingan. Sampai saat ini belum ada yang menanam sebagai tanaman utama. Tanaman
labu kuning umumnya ditanam bila penduduk menanam sayur mayor dan ditanam pada
tepi lahan. Pada era tahun 70 an dimana penduduk masih menanam tembakau, labu
ditanam pada pinggir lahan tembakau. Labu siam juga bisa tumbuh dengan sangat
subur di desa kami. Sama seperti labu kuning Labu siam ditanam pada pinggir
lahan dan dibiarkan merambat pada
tanaman yang ada. Jarang tanaman labu
siam ditanam dan disiapkan tempat merambat yang bagus hal ini tentu menyulitkan
petani untuk memanen buahnya. Jika labu dibudidayakan secara professional maka
perlu dicari bibit yang unggul supaya hasilnya optimum. Kami yakin labu akan
dapat tumbuh dengan baik didesa kami. Buah labu siam kami jadikan sayur
sedangkan buah labu kuning bisa dijadikan sayur atau dibuat campuran kue.
Pepaya.
Pepaya sudah ditanam oleh petani sejak lama. Dulu ada tanaman papaya local yang
daging buahnya berwarna kuning. Rasanya manis, sama seperti buah local lainnya yang memiliki
bentuk dan warna yang kurang menarik
maka lama lama tidak dikembangkan oleh petani. Buah papaya local hanya menjadi
makanan burung atau kelelawar. Penduduk didesa kami menyebut papaya local dengan
nama papaya kelapa karena bentuk buahnya bulat seperti buah kelapa. Ada juga
papaya yang bunganya bertangkai panjang dan dalam satu tangkai berisi bunga
yang banyak. Penduduk didesa kami menyebut papaya tersebut dengan nama Pepaya Renteng. Pepaya renteng tidak ditanam melainkan tumbuh liar dikebun.
Biasanya petani langsung menebang pohon papaya renteng karena dianggap tanaman
penganggu. Belum biasa di desa kami memanfaatkan bunga papaya Renteng sebagai
sayuran, padahal setahu kami di Indonesia timur malah bunga papaya renteng
harganya mengalahkan buah papaya. Bunga papaya Renteng bila dibuat sayur dan
dicampur dengan ikan atau daging rasanya sangat enak, tetapi ditempat kami
bunga papaya dibuang. Sekarang ini sudah banyak ditemui penduduk di desa kami
menanam papaya jenis unggul namun belum dalam jumlah yang memadai, masih sebagai
tanaman sela. Harga papaya didesa kami masih sangat murah.
Pisang. Pisang belakangan ini kurang
popular didesa kami karena mulai 5 tahun terakhir banyak pohon pisang yang
terserang oleh hama penyakit. Hama yang menyerang pohon pisang tidak kami
ketahui dengan pasti. Sampai sekarang belum ada pihak yang memiliki kompetensi
menyampaikan kepada masyarakat didesa Padangan tentang hama yang menyerang
pohon pisang didesa kami. Pohon pisang yang terserang hama yang terlihat oleh
kami bila buah pisang menjadi berwarna kehitam hitaman dan kemudian membusuk. Batang
pisang yang terserang hama awalnya berwarna kuning, kemudian layu dan
selanjutnya menjadi kering. Dulu sebelum ada serangan hama banyak sekali jenis
pisang yang bisa ditanam didesa kami, tetapi sekarang tinggal sedikit. Sampai
saat ini hanya beberapa jenis yang bertahan, ada jenis pisang ambon, pisang
susu dan pisang kecil kecil yang saya tidak tahu namanya. Untuk sekarang belum
ada varietas pisang tertentu yang dibudidayakan di desa kami. Kami berharap
kepada pemerintah ada varietas pisang
unggul yang bisa dikembangkan didesa kami.
Jambu
Air. Jambu air banyak ditanam
dikebun didesa kami. Namun petani
menanam pohon jambu air hanya untuk
konsumsi sendiri oleh karena itu bila musim jambu tiba kebanyakan buah jambu
terbuang percuma dibawah pohon. Petani biasanya memetik hanya untuk keperluan
dimakan sendiri. Bila berbuah lebat dan tidak dipetik lalu jatuh dengan
sendirinya maka menjadi pemandangan yang tidak bagus dibawah pohonnya. Petani
malas memetik karena bila dijual harganya tidak sebanding dengan ongkos petik.
Saya yang tinggal di Denpasar sering kasihan melihat nasib petani yang membuang
sumber daya alam secara percuma. Padahal harga jambu air di pasar tradisional
di Denpasar lumayan bersaing. Sampai sekarang belum ada yang membudidayakan
tanaman Jambu air sebagai tananam pokok.
Daun
Daluman. Daun daluman adalah daun yang bisa dibuat gelly. Secara
tradisional pengambilan gelly dilakukan dengan mengucek ngucek daun di dalam
air. Air yang digunakan haruslah air yang sudah matang atau sudah siap diminum.
Tangan juga harus bersih, tempat yang digunakan juga harus bersih sehingga dari
proses yang hygienis dihasilkan minuman yag sehat. Tanaman daluman sudah kami
kenal sejak masih kecil. Kala itu
minuman belum beranekamacam seperti sekarang, yang biasa kami dapatkan didesa
hanya cendol dan daluman.
Salak.
Buah salak sudah sangat popular didesa kami dari tahun 1980 an. Pohon salak
awalnya ditanam sebagai pagar hidup atau batas tanah. Pohon yang banyak durinya
ini sangat tepat bila digunakan sebagai tanaman pagar, banyak duri dan berdaun
rapat. Bila ditanam dengan interval tanam yang tepat sangat sulit buat orang
yang tidak berkepentingn menerobos masuk area kebun. Selain itu batang daun
yang disiangi/dikurangi dari pohon ditumpuk ditengah menjadikan barrier
berduri. Pohon salak bali dulu menjadi primadona untuk ditanam, karena
menghasilan buah yang manis tetapi kemudian kalah bersaing dengan salak bali
dari Karangasem yang rasanya lebih manis. Akibatnya buah salak didesa kami
kurang dilirik oleh pembeli, disamping itu karena produksi salak yang kurang banyak
dan menjadi tidak menguntungkan, maklum salak hanya ditanam sebagai pagar
hidup. Belakangan ini sejak tahun 2010 petani sudah mulai beralih menanam salak
yang rasa buahnya lebih manis. Walau buahnya lebih kecil buah salak ini lebih
diminati oleh petani. Mudah mudahan dimasa yang akan datang ada pengepul yang
dapat mengambil bua salak ini dengan harga yang bersaing sehinga petani tidak
kapok menanam pohon salak.
Alpukat.
Buah yang rasanya gurih ini sudah lama dikenal didesa kami. Tetapi menurut
pengamatan kami sama sekali tidak ada pertambahan jumlah pohon yang signifikan.
Setiap petani paling banyak punya satu batang pohon atau mungkin malah kurang
bila jumlah pohon alpukat didesa kami dibagi jumlah petani di desa Padangan.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani terhadap buah ini. Baik
itu tentang manfaat buah alpukat, kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani
bagaimana mengolah buah alpukat dan juga kurangnya pengetahuan mengenai
kandungan gizi buah alpukat. Buah alpukat dihargai sangat murah di desa
kami. Kami yang sudah terbiasa dengan
harga alpukat di Denpasar begitu pulang ke kampung mendapati harga yang murah
jadi terbengong bengong dan jadi nelangsa memikirkan nasib petani kita. Bagaimana mungkin bisa mengajak anak bangsa
yang masih memiliki tenaga muda untuk tertarik pada sektor pertanian bila tidak
memahami dan memiliki keterampilan produk sampai ke hilir. Harga produk pertanian yang rendah sudah
pasti mengurangi minat generasi muda untuk terjun kesektor pertanian. Galau
dechhhh.
No comments:
Post a Comment