Saturday, May 3, 2014

Potensi Desa Padangan (Yang Belum Tergarap Secara Optimum)

           Mendengar nama Desa pikiran kita sudah langsung bisa menggambarkan tentang apa itu Desa. Desa diseluruh Indonesia pada umumnya memiliki infrastruktur yang serba terbatas. Jauh dari access yang memadai, tidak memiliki fasilitas industri yang layak, tidak memiliki informasi teknologi yang memadai dan umumnya penduduk desa menggantungkan hidup dengan bertani. Tatanan kehidupan social desa di Indonesia  masih berlandaskan pada “gotong royong”. Hal yang sama juga masih melekat pada desa kami yaitu desa Padangan. Banyak potensi desa Padangan yang belum dapat kami garap
secara maksimal baik dibidang seni budaya, dibidang Pariwisata dan hasil bumi yang merupakan hasil petani desa Padangan. Pada tulisan kali ini kami ingin berbagi informasi kepada pembaca blog kami tentang potensi hasil bumi yang ada didesa Padangan. Tanah didesa kami sangat subur dan memiliki topografi yang landai, syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi bahwa tanaman yang kami tanam selalu dapat memberikan hasil yang baik. Adapun beberapa hasil bumi yang belum tergarap secara maksimal di desa kami antara lain;
           Singkong. Pohon singkong bila ditanam didesa kami bisa tumbuh sangat subur. Tumbuh dengan sangat cepat. Tanah yang gembur dan subur sangat mendukung pertumbuhan tanaman singkong. Waktu kecil kami bahkan sering petik ujung pohonnya untuk diambil daunnya kemudian dimasak untuk dijadikan sayur. Setelah itu pohon kembali tumbuh dengan cepat, namun hal itu tidak boleh dilakukan berulang kali karena akan memperlambat pertumbuhan ubinya. Saat ini tanaman singkong hanya ditanam guna memenuhi kebutuhan sendiri, belum ada yang menanam singkong dengan rencana yang baik dan direncanakan dijual. Oleh karena itu sering kami lupa mencabut ubinya sehingga busuk. Biasanya ubi singkong kami olah dijadikan kolak, direbus/dikukus, menjelang hari raya keagamaan ibu rumah tangga mencampur dengan ketan guna dijadikan kue tradisional yang biasa kami sebut dengan lempog. Belakangan ini ibu ibu rumah tangga di desa sudah mulai membuat aneka macam kue dari singkong tetapi itupun hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kami yakin bila didesa kami  ada yang membudidayakan tanaman singkong secara professional pasti akan memberikan nilai ekonomis yang menguntungkan.


           Keladi.  Keladi jarang ditanam oleh petani didesa Padangan. Namun tanaman tersebut tetap dapat ditemui di kebun kopi atau kebun kakao. Biasanya petani membiarkan tanaman keladi tumbuh dan berkembang bila tidak dekat dengan tanaman utama. Walaupun begitu kami tetap dapat memanen ubi keladi. Sepertinya tidak adil buat tanaman keladi yang mana tanaman tersebut adalah tanaman yang tidak ditanam ataupun tanaman yang tidak diharapkan tumbuh oleh petani, yang kemudian tumbuh dan besar, dan ketika sudah tiba waktunya kami tinggal memanen.  Hasilnya sangat bagus. Belum pernah ada orang yang benar benar menghitung secara terperinci bila tanaman keladi dibudidayakan sebagai tanaman utama. Kami berharap dikemudian hari ada mahasiswa yang melakukan study terhadap tanaman keladi, siapa tahu bila diusahakan dengan bagus tanaman ini dapat bermanfaat secara ekonomi. Saat ini ubi keladi belum dilirik oleh penduduk desa Padangan. Ubi sering dibiarkan tergeletak ditengah tengah kebun, atau dibiarkan dihalaman pondok sebagai makanan ternak. Didesa Padangan Ubi keladi dikonsumsi dengan berbagai cara sepert dibakar atau dikukus dan setelah masak langsung dimakan. Ada juga yang membuat kripik keladi dan pasti tanpa penambah rasa dan pengawet. Belum pernah dengar penduduk dikampung kami membuat kue yang berbahan dasar ubi keladi seperti dikota kota.
           Labu. Cerita dari para tetua didesa kami bahwa  Labu sudah ditanam di desa Padangan sejak nenek moyang kami menempati desa Padangan. Tidak ada tahun yang pasti atau abad keberapa. Tanaman labu yang biasa ditanam oleh warga Desa Padangan adalah labu kuning dan labu siam. Tanaman labu tersebut juga ditanam sebagai tanaman selingan. Sampai saat ini belum ada yang menanam sebagai tanaman utama. Tanaman labu kuning umumnya ditanam bila penduduk menanam sayur mayor dan ditanam pada tepi lahan. Pada era tahun 70 an dimana penduduk masih menanam tembakau, labu ditanam pada pinggir lahan tembakau. Labu siam juga bisa tumbuh dengan sangat subur di desa kami. Sama seperti labu kuning Labu siam ditanam pada pinggir lahan dan dibiarkan  merambat pada tanaman yang ada.  Jarang tanaman labu siam ditanam dan disiapkan tempat merambat yang bagus hal ini tentu menyulitkan petani untuk memanen buahnya. Jika labu dibudidayakan secara professional maka perlu dicari bibit yang unggul supaya hasilnya optimum. Kami yakin labu akan dapat tumbuh dengan baik didesa kami. Buah labu siam kami jadikan sayur sedangkan buah labu kuning bisa dijadikan sayur atau dibuat campuran kue.
           Pepaya. Pepaya sudah ditanam oleh petani sejak lama. Dulu ada tanaman papaya local yang daging buahnya berwarna kuning. Rasanya manis,  sama seperti buah local lainnya yang memiliki bentuk dan warna yang  kurang menarik maka lama lama tidak dikembangkan oleh petani. Buah papaya local hanya menjadi makanan burung atau kelelawar. Penduduk didesa kami menyebut papaya local dengan nama papaya kelapa karena bentuk buahnya bulat seperti buah kelapa. Ada juga papaya yang bunganya bertangkai panjang dan dalam satu tangkai berisi bunga yang banyak. Penduduk didesa kami menyebut papaya tersebut  dengan nama Pepaya Renteng. Pepaya renteng  tidak ditanam melainkan tumbuh liar dikebun. Biasanya petani langsung menebang pohon papaya renteng karena dianggap tanaman penganggu. Belum biasa di desa kami memanfaatkan bunga papaya Renteng sebagai sayuran, padahal setahu kami di Indonesia timur malah bunga papaya renteng harganya mengalahkan buah papaya. Bunga papaya Renteng bila dibuat sayur dan dicampur dengan ikan atau daging rasanya sangat enak, tetapi ditempat kami bunga papaya dibuang. Sekarang ini sudah banyak ditemui penduduk di desa kami menanam papaya jenis unggul namun belum dalam jumlah yang memadai, masih sebagai tanaman sela. Harga papaya didesa kami masih sangat murah.



           Pisang. Pisang belakangan ini kurang popular didesa kami karena mulai 5 tahun terakhir banyak pohon pisang yang terserang oleh hama penyakit. Hama yang menyerang pohon pisang tidak kami ketahui dengan pasti. Sampai sekarang belum ada pihak yang memiliki kompetensi menyampaikan kepada masyarakat didesa Padangan tentang hama yang menyerang pohon pisang didesa kami. Pohon pisang yang terserang hama yang terlihat oleh kami bila buah pisang menjadi berwarna kehitam hitaman dan kemudian membusuk. Batang pisang yang terserang hama awalnya berwarna kuning, kemudian layu dan selanjutnya menjadi kering. Dulu sebelum ada serangan hama banyak sekali jenis pisang yang bisa ditanam didesa kami, tetapi sekarang tinggal sedikit. Sampai saat ini hanya beberapa jenis yang bertahan, ada jenis pisang ambon, pisang susu dan pisang kecil kecil yang saya tidak tahu namanya. Untuk sekarang belum ada varietas pisang tertentu yang dibudidayakan di desa kami. Kami berharap kepada pemerintah ada varietas  pisang unggul yang bisa dikembangkan didesa kami.


           Jambu Air.  Jambu air banyak ditanam dikebun didesa kami.  Namun petani menanam pohon jambu air  hanya untuk konsumsi sendiri oleh karena itu bila musim jambu tiba kebanyakan buah jambu terbuang percuma dibawah pohon. Petani biasanya memetik hanya untuk keperluan dimakan sendiri. Bila berbuah lebat dan tidak dipetik lalu jatuh dengan sendirinya maka menjadi pemandangan yang tidak bagus dibawah pohonnya. Petani malas memetik karena bila dijual harganya tidak sebanding dengan ongkos petik. Saya yang tinggal di Denpasar sering kasihan melihat nasib petani yang membuang sumber daya alam secara percuma. Padahal harga jambu air di pasar tradisional di Denpasar lumayan bersaing. Sampai sekarang belum ada yang membudidayakan tanaman Jambu air sebagai tananam pokok.


           Daun Daluman. Daun daluman adalah daun yang bisa dibuat gelly. Secara tradisional pengambilan gelly dilakukan dengan mengucek ngucek daun di dalam air. Air yang digunakan haruslah air yang sudah matang atau sudah siap diminum. Tangan juga harus bersih, tempat yang digunakan juga harus bersih sehingga dari proses yang hygienis dihasilkan minuman yag sehat. Tanaman daluman sudah kami kenal sejak masih kecil.  Kala itu minuman belum beranekamacam seperti sekarang, yang biasa kami dapatkan didesa hanya cendol dan daluman.
           Salak. Buah salak sudah sangat popular didesa kami dari tahun 1980 an. Pohon salak awalnya ditanam sebagai pagar hidup atau batas tanah. Pohon yang banyak durinya ini sangat tepat bila digunakan sebagai tanaman pagar, banyak duri dan berdaun rapat. Bila ditanam dengan interval tanam yang tepat sangat sulit buat orang yang tidak berkepentingn menerobos masuk area kebun. Selain itu batang daun yang disiangi/dikurangi dari pohon ditumpuk ditengah menjadikan barrier berduri. Pohon salak bali dulu menjadi primadona untuk ditanam, karena menghasilan buah yang manis tetapi kemudian kalah bersaing dengan salak bali dari Karangasem yang rasanya lebih manis. Akibatnya buah salak didesa kami kurang dilirik oleh pembeli, disamping itu karena produksi salak yang kurang banyak dan menjadi tidak menguntungkan, maklum salak hanya ditanam sebagai pagar hidup. Belakangan ini sejak tahun 2010 petani sudah mulai beralih menanam salak yang rasa buahnya lebih manis. Walau buahnya lebih kecil buah salak ini lebih diminati oleh petani. Mudah mudahan dimasa yang akan datang ada pengepul yang dapat mengambil bua salak ini dengan harga yang bersaing sehinga petani tidak kapok menanam pohon salak.

           Alpukat. Buah yang rasanya gurih ini sudah lama dikenal didesa kami. Tetapi menurut pengamatan kami sama sekali tidak ada pertambahan jumlah pohon yang signifikan. Setiap petani paling banyak punya satu batang pohon atau mungkin malah kurang bila jumlah pohon alpukat didesa kami dibagi jumlah petani di desa Padangan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani terhadap buah ini. Baik itu tentang manfaat buah alpukat, kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani bagaimana mengolah buah alpukat dan juga kurangnya pengetahuan mengenai kandungan gizi buah alpukat. Buah alpukat dihargai sangat murah di desa kami.  Kami yang sudah terbiasa dengan harga alpukat di Denpasar begitu pulang ke kampung mendapati harga yang murah jadi terbengong bengong dan jadi nelangsa memikirkan nasib petani kita.  Bagaimana mungkin bisa mengajak anak bangsa yang masih memiliki tenaga muda untuk tertarik pada sektor pertanian bila tidak memahami dan memiliki keterampilan produk sampai ke hilir.  Harga produk pertanian yang rendah sudah pasti mengurangi minat generasi muda untuk terjun kesektor pertanian. Galau dechhhh.

No comments:

Post a Comment